Sabtu, 05 Desember 2009

Teori-teori Pendidikan

Usaha pendidikan dilakukan manusia berdasarkan keyakinan tertentu. Keyakinan ini didasarkan atas suatu pandangan, baik filosofis maupun teoretis(ilmiah). Tiap orang akan melaksanakan suatu pekerjaan jika tujuan dari hasil pekerjaan itu mereka yakini dapat dicapai. Demikian juga usaha pendidikan secara melembaga.
Keyakinan ini disebut para ahli sebagai Hukum Dasar atau teori-teori pendidikan. Dapat juga kita nyatakan sebagai Teori Klasik dalam pendidikan. Teori ini dipandang sebagai ide-ide dalam filsafat pendidikan yang meliputi:

1. Teori Empirisme
Ajaran filsafat empirisme dipelopori oleh John Locke(1632-1704) mengajarkan bahwa perkembangan pribadi ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan, terutama pendidikan. John Locke berkesimpulan bahwa setiap individu lahir sebagai kertas putih, dan lingkungan itulah yang "menulisi" kertas putih itu. Teori ini terkenal sebagai teori Tabularasa dan Teori Empirisme. Bagi John Locke faktor pengalaman yang berasal dari lingkungan itulah yang menentukan pribadi seseorang. Karena lingkungan itu relatif dapat diatur dan dikuasai manusia, maka teori ini bersifat optimis dengan tiap-tiap perkembangan pribadi.

2. Teori Nativisme
Ajaran filsafat nativisme yang dapat digolongkan filsafat idealisme berkesimpulan bahwa perkembangan pribadi hanya ditentukan oleh faktor hereditas(keturunan), faktor alam yang berarti kodrati.
Tokoh nativisme ini, Arthur Schopenhaner(1788-1860) menganggap faktor pembawaan yang bersifat kodrati dari kelahiran, yang tidak dapat diubah oleh pengaruh alam sekitar atau pendidikan, itulah kepribadian manusia. Potensi-potensi itulah pribadi seseorang, buakn hasil pendiikan. Tanpa potensi-potensi hereditas yang baik, seseorang tidak mungkin mencapai taraf yang dikehendaki, meskipun dididik dengan maksimal. Seorang anak yang potensi hereditasnya rendah, akan tetap rendah, meskipun ia sudah dewasa dan telah dididik. Pendidikan itu tidak merubah manusia karena potensi itu bersifat kodrati.
Ajaran nativisme ini dapat dianggap aliran yang pesimistik, karena menerima kepribadian sebagaimana adanya, tanpa adanya kepercayaan nilai-nilai pendidikan untuk merubah kepribadian.

3. Teori Konvergensi
Bagimanapun kuatnya alasan kedua pandangan aliran di atas namun keduanya kurang realistis. Suatu kenyataan, bahwa potensi hereditas yang baik saja tanpa pengaruh lingkungan(pendidikan) yang positif tidak akan membina kepribadian yang ideal. Sebaliknya, meskipun lingkungan(pendidikan) yang positif dan maksimal, tidak akan menghasilkan kepribadian ideal, tanpa potensi hereditas yang baik. Oleh karena itu, perkembangan pribadi sesungguhnya adalah hasil proses kerjasama kedua faktor baik internal(potensial-hereditas) maupun faktor eksternal(lingkungan-pendidikan). Tiap pribadi adalah hasil konvergensi faktor-faktor internal dan eksternal. Teori ini dikemukakan oleh William Stern(1871-1938) dan dikenal sebagai teori konvergensi.

4. Teori Sumber Daya Manusia
Pendidikan memperhatikan manusia sebagai subjek karena dengan potensinya manusia mempunyai daya untuk pengembangan diri yang seterusnya menjadi makhluk yang berkepribadian.
Menurut M.J. Langeveld(tokoh pendidikan) baerkata bahwa manusia adalah makhluk yang membentuk diri pribadi.

5. Teori Revutalisasi Budaya
Dalam teori ini budaya ditinjau dalam konteks budaya pada umumnya atau norma dan nilai-nilai pada khususnya. jadi manusia tidak dapat dari budaya dan nilai-nilai yang mewarnai kehidupannya. teori ini memendang manusia dari sudut yang berbeda dari teori Sumber daya manusia.

6. Teori Rekonstruksianisme
Pendukung rekonstruksianisme ini berkata bahwa penddikan adalah institusi sosial dan sekolahpun merupakan bagian dari masyarakat. Perkembangan ilmu, teknologi, dan industrialisasi telah memberikan dsmpak positif bagi kemanusaan, seperti peningkatan kesejahteraan, namun juga memberkan pengaruh negatif, masyarakat yang tenang, tentram dan dama berangsur diganti oleh masyarakat yang coraknya tidak menentu, tada kemantapan.

(sumber: Dasar-dasar Pendidikan, Tholib Kasan)

Tidak ada komentar: